Dear Suporter
Dear anak-anak pasoepati
Solo...
Saya tidak tahu siapa
anda dan begitu pula sebaliknya anda tidak tahu siapa saya. Saya tidak tahu anda
masih usia satuan, belasan atau puluhan tapi saya tahu mayoritas dari anda
pernah mengenyam bangku sekolah minimal SD.
Saya tidak tahu bagaimana
euforia fanatisme suporter sepakbola karena saya tidak pernah ikut hal semacam
itu di tempat asal saya. Saya tidak tahu serunya berteriak-teriak karena klub
sepakbola daerahnya menang. Saya tidak tahu ngerinya bila sepakbola daerah
daerahnya kalah. Saya amatir dalam mengamati kisah-kisah buram suporter
Indonesia karena seringkali suporternya tidak pantas diperbincangkan tingkah
lakunya.
Tapi saya tahu etika di
jalanan yang baik itu seperti apa. Bahagia boleh saja, namun jika bahagiamu
mengganggu kepentingan orang lain itu yang tidak wajar.
Saya memang bukan warga
asli Solo, tapi sekarang saya berdomisili di Solo. Saya termasuk pengguna jalan
dan lalu lintas di Solo. Saya juga selalu melewati jalanan daerah Palur jika
sedang berangkat mengajar les. Jalan yang sedang dalam proses pembangunan fly
over.
Dear anak-anak pasoepati
Solo...
Jalanan Palur tanpa
kalian saja sudah cukup bising dan macet tiap harinya. Jikalau kalian mau main
klakson, kebut-kebutan dengan teman, mengibarkan bendera klub sepakbola daerah,
berjajar rangkap tiga banjar lima, tolong ya jangan di jalanan Palur gitu loh. Itu
jalan padat yang rusak, karena merupakan jalan antar provinsi yang sedang dibangun
sebuah fly over. Tiap hari macet, padahal itu tanpa kalian. Nah kalau kalian
bertingkah seperti hal-hal di atas, bisa kan membayangkan betapa semrawutnya
jalanan Palur. Kalian itu mengganggu lalu lintas. Sah-sah aja kalau mau
merayakan kemenangan, kekalahan atau berangkat penuh semangat untuk klub
sepakbola daerahnya, tapi janganlah merayakannya di jalan raya. Itu sangat mengganggu
kepentingan umum. Apalagi jika keadaan jalannya seperti Palur tadi.
Main klakson tanpa henti.
Itu membuat bising telinga yang mendengarnya. Kebut-kebutan dengan teman. Itu membuat pengguna jalan lain terganggu
perjalanannya. Belum lagi resiko kecelakaan yang menimpa. Mengibarkan bendera
klub sepakbola daerahnya. Hello? Lo kata mau kampanye, masbro? Berjajar tiga
banjar lima dan sebagainya. Kalau naiknya cepet (minimal 50 km per jam sih
fine-fine aja), nggak masalah. Kalau berbaris-baris naiknya lambat, itu lho
yang bikin susah. Tambahan lagi tangannya nakal, apa-apa yang jadi pembatas
jalan, tanda palangan fly over, sak semen, dan atribut jalan yang lain diambil,
diseret lalu dibuang lagi ke jalan. Ditendang sampai terguling. Ini menyebabkan
pengguna jalan yang di belakangnya tidak bisa mendahului, bahkan harus
menghindar karena berurusan dengan benda-benda yang dimainkan oleh para
suporter tadi. Benar-benar anarkis dan menyebalkan.
Dear anak-anak pasoepati
Solo...
Tak mengapa kalian mendukung
mati-matian klub sepakbola kalian. Asal sikap yang kalian tunjukkan harus
selaras dengan nit baik kalian untuk menang. Setiap kemenangan harus dibayar
dan diniatkan berdasarkan hal yang baik bukan? Jadi kalau mau klub sepakbola
kalian menang, menangkan dulu sikap dan citra kalian untuk lebih menghargai
orang lain. Lebih peduli sesama. Jangan main ngepot sana ngepot sini. Kalau kalian
mendukung dengan cara yang baik dan benar, tentu aura positifnya sampai pada
klub sepakbola kebanggaan kalian kok. Bersikap baik tidak akan mengurangi
kejantanan kalian, kekerenan kalian dan semangat kalian dalam mendukung tim
kesayangan.
Quote: “Kalau mau lihat
seperti apa rupa dan performa sebuah klub sepakbola, lihat dulu bagaimana
suporternya.”
4 Comments
hehehehe..
ReplyDeletedi Malang ga kalah liarnya, Yang n aku sering ngrasa apa yang orang2 tersebut lakuin itu amat sangat pointless sekali, can't stress this enough
iya mbak, buang waktu, tenaga sama uang. ya gitu emang orang Indonesia :)
ReplyDeleteUnek2 ya bu? Sama saya juga jengkelan sama suporter fanatik yang gak beradab.. Toh saya termasuk suporter tapi gak segitu2 amat..
ReplyDeleteHahaha.
DeleteKomentar diperbolehkan selama tidak menyinggung dan menyentil SARA, karena SARA sedang PMS.